Anarkisme 2 (Kutipan)

12:38
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDT6yVLAU5XO54sSdfnVW-qCuR1m_ck3VbX8FcF-uM353E7MMa-P4rZBtdIoO16zUi8V9mI53efEasIB3itXqMRzCARxaeyXpYgG25YKIUV0zWZUsPi2hXm-T0H02iolayBzoR0ioQDs5k/s400/fpi_anarkis4.jpgAda satu kosa kata bahasa Melayu (baca: bahasa Indonesia) yang cukup terkenal di lingkup internasional, paling tidak lantaran kosa kata tersebut termaktub dalam beberapa ensiklopedi, di antaranya Encyclopaedia Americana. Kosa kata itu adalah: “Amuk” (orang Bule menulisnya: “Amok”). Sebuah kata yang menunjukkan betapa orang Indonesia itu, sejak dulu, gampang marah. Dan, kalau sudah marah, mereka akan mengamuk, menyerang dan membunuh siapa saja yang berada di dekatnya.

Amuk bisa dilakukan secara individual, bisa juga secara berkelompok alias main keroyokan alias tawuran (amuk massa). Orang-orang Portugis dan Belanda yang pernah menjajah negeri ini, sudah sangat sering dan bahkan sudah sangat terbiasa menyaksikan peristiwa Amuk yang dilakukan kaum pribumi. Mereka pun menceritakan tradisi Amuk ini secara turun-temurun, sebagai peringatan kepada anak-cucu mereka agar berhati-hati bila berkunjung ke Indonesia. Sebab salah langkah sedikit saja bisa menjadi sasaran Amuk.
Read On 0 comments

Anarkisme (Kutipan)

12:36
Sunan Gunung Djati-Saya pernah melihat sebuah kalimat dalam buku berjudul ”Atas Nama Agama”, tapi tidak begitu ingat siapa yang mengatakannya, kurang lebih bunyinya seperti ini:
http://mfirmanshah.files.wordpress.com/2009/10/kepalan-tangan.jpg”jika agama diwahyukan untuk manusia bukan manusia lahir untuk agama, maka standar baik buruknya suatu agama adalah nilai-nilai kemanusiawian, bukan ideologi, (lalu saya tambahkan) kitab suci, aliranisme, sektarianisme, anarkisme, pengelompokan, bahkan pembunuhan”.
Bunyi buku tersebut memang tidak persis dengan bunyi aslinya, dan jika itu ada penambahan pada bunyinya, semata-mata bukan pengaburan atas makna, namun tidak lebih dari sebuah gambaran kusamnya sikap dan pemahaman kita terhadap agama. Atau penyoknya wajah agama lantaran para pemeluk memegang pentungan, seperti Satpol pamong praja ketika berhadapan dengan pedagang kaki lima atau para penghuni gubug liar, atau penghuni lahan tempat hunian yang dianggap ilegal. Lalu saya bayangkan bahwa para penghuni liar-pedagang kaki lima itu sebagai agama. Dipukulilah, digebuk-gebuk, diusir-usir, dan dimaki-makilah agama itu dengan pentungan, anarkisme mengental disana.
Read On 0 comments

Followers


Labels